Kisah Anak Laki-laki dan Pohon Apel
Semoga cerita berikut ini bisa menambah bakti dan cinta kita terhadap kehadiran Orangtua disamping kita. Dikemas dalam cerita yang sangat sederhana namun syarat makna. Menggambarkan besarnya pengorbanan seorang Ibu yang sering tidak disadari oleh seorang anak bahkan sampai telah tiadanyapun keberadaanya sering hilang dari ingatan kita. kenapa begitu?, karena kita hanya bisa menikmati semua fasilitas yang telah diberikannya tanpa melihat peluh keringat yang dikeluarkannya begitu penuh airmata yang tertahan.
Alkisah, terdapat sebuah pohon apel yg sangat besar. Seorang anak laki-laki senang sekali mengunjungi pohon tersebut dan bermain di sekelilingnya setiap hari. Ia suka memanjat pohon tersebut, hingga ke puncaknya, memakan apel-apel, tidur siang di bawah bayangan pohon apel tersebut. Ia suka pohon tersebut dan pohon apel itu pun suka bermain dengannya. Waktu terus berjalan, anak laki-laki itu pun tumbuh dewasa dan ia tidak lagi bermain disekeliling pohon itu seperti yang ia lakukan setiap harinya.
Pada suatu hari, anak laki-laki itu datang menemui pohon apel dan ia terlihat sedang bersedih.
“Aku menginginkan mainan.Dan aku butuh uang untuk membelinya.” “Maaf, tapi aku tidak mempunyai uang…. Tetapi engkau dapat memetik semua apelku dan menjualnya. Maka, kamu akan mendapatkan uang untuk membeli mainan.” Anak lelaki itu sangat senang. Ia pun mengambil semua apel dari sang pohon dan pergi dengan hati riang. Anak laki-laki itu tidak pernah muncul lagi setelah ia memetik semua buah apel. Sang pohon apel tersebut sangat sedih.
Pada suatu hari, anak lelaki yang telah tumbuh menjadi lelaki dewasa itu kembali dan sang pohon sangat senang. “Kemari, dan bermainlah denganku.” Pinta sang pohon.
“Aku tidak punya waktu untuk bermain. Aku harus bekerja untuk menghidupi keluargaku. Kami membutuhkan sebuah rumah sebagai tempat berlindung. Bisakah kamu membantuku?”
“Maaf, tetapi aku tidak mempunyai sebuah rumah pun.Akan tetapi,kamu dapat memotong cabang-cabangku yang dapat kamu gunakan untuk membangun rumahmu.”
Kemudian lelaki itu pun memotong semua cabang-cabang pohon apel tersebut dan pergi dengan hati senang. Sang Pohon apel merasa senang melihat lelaki tersebut bahagia, akan tetapi lelaki itu tidak pernah kembali lagi sejak saat itu. Sang pohon kembali merasa kesepian dan sedih.
Pada suatu hari di musim panas, lelaki itu kembali dan sang pohon merasa gembira.
“Kemari, dan bermainlah denganku.” Ucap sang pohon.
“Aku semakin tua. Aku ingin berlayar untuk menenangkan diriku. Dapatkan kamu memberikanku sebuah perahu?”kata lelaki itu.
“Gunakan batangku untuk membangun / membuat perahumu. Kamu dapat berlayar jauh dan bahagia.”
Kemudian lelaki itu pun memotong batang pohon apel tersebut untuk dijadikan sebuah perahu. Ia pun pergi berlayar dan tidak pernah muncul dalam waktu yang lama.
Setelah bertahun-tahun berlalu, akhirnya lelaki itu kembali. “Maaf anakku, tetapi aku tidak mempunyai apa-apa lagi untuk diberikan kepadamu.Tidak ada lagi apel untukmu…” tutur sang pohon.
“Tidak apa-apa, aku sudah tidak punya gigi lagi untuk menggigit.” Jawab lelaki tersebut.
“Tidak ada lagi batang untuk kamu panjat.”
“Aku sudah cukup tua untuk melakukan hal tersebut.” Ucap lelaki itu.
“Sungguh, aku tidak dapat memberikanmu apa-apa lagi… yang tersisa hanyalah akar-akarku yang sekarat ini.” Sang pohon berucap dengan air mata yang mengalir.
“Aku tidak butuh apa-apa lagi sekarang, yang kubutuhkan hanyalah sebuah tempat untuk istirahat. Setelah beberapa tahun ini, aku sangat lelah.” Jawab lelaki itu.
“Baguslah…. Akar pohon yang tua ini adalah tempat yang terbaik untuk bersandar dan istirahat. Kemarilah, duduklah bersamaku dan istirahatlah.”
Lelaki itu pun duduk, sang pohon merasa bahagia dan tersenyum dengan air mata yang mengalir.
Ini adalah sebuah cerita tentang kita semua. Pohon apel itu adalah orang tua kita. Ketika kita muda, kita senang bermain-main dengan ayah dan ibu kita. Ketika kita tumbuh besar, kita meninggalkan mereka, dan hanya datang ketika kita memerlukan sesuatu atau dalam kesulitan. Tak peduli apa pun, orang tua kita akan selalu ada di sana untuk memberikan apa yang bisa mereka berikan untuk membuat kita bahagia. Kamu mungkin berpikir bahwa anak lelaki itu telah bertindak sangat kasar pada pohon itu, tetapi begitulah cara kita memperlakukan orang tua kita.
Kita mengira mereka diwarisi kepada kita, kita tidak menghargai semua yang telah dilakukan oleh mereka untuk kita, sampai akhirnya….. semua itu terlambat.
Sebarkan cerita ini untuk mencerahkan lebih banyak rekan. Dan, yang terpenting: cintailah orang tua kita. Sampaikan pada orang tua kita sekarang, betapa kita mencintainya; dan berterima kasih atas seluruh hidup yang telah dan akan diberikannya pada kita.
souce : nurulizzah99 , mhfathurrahim.wordpress
Kisah Anak Laki-laki dan Pohon Apel
Semoga cerita berikut ini bisa menambah bakti dan cinta kita terhadap kehadiran Orangtua disamping kita. Dikemas dalam cerita yang sangat sederhana namun syarat makna. Menggambarkan besarnya pengorbanan seorang Ibu yang sering tidak disadari oleh seorang anak bahkan sampai telah tiadanyapun keberadaanya sering hilang dari ingatan kita. kenapa begitu?, karena kita hanya bisa menikmati semua fasilitas yang telah diberikannya tanpa melihat peluh keringat yang dikeluarkannya begitu penuh airmata yang tertahan.
Alkisah, terdapat sebuah pohon apel yg sangat besar. Seorang anak laki-laki senang sekali mengunjungi pohon tersebut dan bermain di sekelilingnya setiap hari. Ia suka memanjat pohon tersebut, hingga ke puncaknya, memakan apel-apel, tidur siang di bawah bayangan pohon apel tersebut. Ia suka pohon tersebut dan pohon apel itu pun suka bermain dengannya. Waktu terus berjalan, anak laki-laki itu pun tumbuh dewasa dan ia tidak lagi bermain disekeliling pohon itu seperti yang ia lakukan setiap harinya.
Pada suatu hari, anak laki-laki itu datang menemui pohon apel dan ia terlihat sedang bersedih.
“Aku menginginkan mainan.Dan aku butuh uang untuk membelinya.” “Maaf, tapi aku tidak mempunyai uang…. Tetapi engkau dapat memetik semua apelku dan menjualnya. Maka, kamu akan mendapatkan uang untuk membeli mainan.” Anak lelaki itu sangat senang. Ia pun mengambil semua apel dari sang pohon dan pergi dengan hati riang. Anak laki-laki itu tidak pernah muncul lagi setelah ia memetik semua buah apel. Sang pohon apel tersebut sangat sedih.
Pada suatu hari, anak lelaki yang telah tumbuh menjadi lelaki dewasa itu kembali dan sang pohon sangat senang. “Kemari, dan bermainlah denganku.” Pinta sang pohon.
“Aku tidak punya waktu untuk bermain. Aku harus bekerja untuk menghidupi keluargaku. Kami membutuhkan sebuah rumah sebagai tempat berlindung. Bisakah kamu membantuku?”
“Maaf, tetapi aku tidak mempunyai sebuah rumah pun.Akan tetapi,kamu dapat memotong cabang-cabangku yang dapat kamu gunakan untuk membangun rumahmu.”
Kemudian lelaki itu pun memotong semua cabang-cabang pohon apel tersebut dan pergi dengan hati senang. Sang Pohon apel merasa senang melihat lelaki tersebut bahagia, akan tetapi lelaki itu tidak pernah kembali lagi sejak saat itu. Sang pohon kembali merasa kesepian dan sedih.
Pada suatu hari di musim panas, lelaki itu kembali dan sang pohon merasa gembira.
“Kemari, dan bermainlah denganku.” Ucap sang pohon.
“Aku semakin tua. Aku ingin berlayar untuk menenangkan diriku. Dapatkan kamu memberikanku sebuah perahu?”kata lelaki itu.
“Gunakan batangku untuk membangun / membuat perahumu. Kamu dapat berlayar jauh dan bahagia.”
Kemudian lelaki itu pun memotong batang pohon apel tersebut untuk dijadikan sebuah perahu. Ia pun pergi berlayar dan tidak pernah muncul dalam waktu yang lama.
Setelah bertahun-tahun berlalu, akhirnya lelaki itu kembali. “Maaf anakku, tetapi aku tidak mempunyai apa-apa lagi untuk diberikan kepadamu.Tidak ada lagi apel untukmu…” tutur sang pohon.
“Tidak apa-apa, aku sudah tidak punya gigi lagi untuk menggigit.” Jawab lelaki tersebut.
“Tidak ada lagi batang untuk kamu panjat.”
“Aku sudah cukup tua untuk melakukan hal tersebut.” Ucap lelaki itu.
“Sungguh, aku tidak dapat memberikanmu apa-apa lagi… yang tersisa hanyalah akar-akarku yang sekarat ini.” Sang pohon berucap dengan air mata yang mengalir.
“Aku tidak butuh apa-apa lagi sekarang, yang kubutuhkan hanyalah sebuah tempat untuk istirahat. Setelah beberapa tahun ini, aku sangat lelah.” Jawab lelaki itu.
“Baguslah…. Akar pohon yang tua ini adalah tempat yang terbaik untuk bersandar dan istirahat. Kemarilah, duduklah bersamaku dan istirahatlah.”
Lelaki itu pun duduk, sang pohon merasa bahagia dan tersenyum dengan air mata yang mengalir.
Ini adalah sebuah cerita tentang kita semua. Pohon apel itu adalah orang tua kita. Ketika kita muda, kita senang bermain-main dengan ayah dan ibu kita. Ketika kita tumbuh besar, kita meninggalkan mereka, dan hanya datang ketika kita memerlukan sesuatu atau dalam kesulitan. Tak peduli apa pun, orang tua kita akan selalu ada di sana untuk memberikan apa yang bisa mereka berikan untuk membuat kita bahagia. Kamu mungkin berpikir bahwa anak lelaki itu telah bertindak sangat kasar pada pohon itu, tetapi begitulah cara kita memperlakukan orang tua kita.
Kita mengira mereka diwarisi kepada kita, kita tidak menghargai semua yang telah dilakukan oleh mereka untuk kita, sampai akhirnya….. semua itu terlambat.
Sebarkan cerita ini untuk mencerahkan lebih banyak rekan. Dan, yang terpenting: cintailah orang tua kita. Sampaikan pada orang tua kita sekarang, betapa kita mencintainya; dan berterima kasih atas seluruh hidup yang telah dan akan diberikannya pada kita.
souce : nurulizzah99 , mhfathurrahim.wordpress