Follow This Blog revealed!
Welcome to my blog!Suka blog ini? yuk langsung follow, caranya dengan meng-klik bulatan keempat yang ada disamping...:-). enjoy!


profile



affies



archive



follow


link
" Sometimes the heart sees what is invisible to the eyes. "

Indonesia Cetak Rekor Guiness World Record : The Largest Angklung Ensemble
Saturday | 3 comments
Pagelaran musik tradisional Indonesia melibatkan 5.182 orang yang bermain angklung berhasil dengan sukses dihelat di Washington DC, Amerika Serikat pada Sabtu, 9 Juli 2011 dan memecahkan rekor dunia yang dicatat oleh Guinness World Records.
Peserta ansambel angklung/ Foto: Dayna SmithPeserta ansambel angklung/ Foto: Dayna Smith
Sungguh membanggakan alat musik angklung telah diakui secara internasional oleh UNESCO sejak 11 November tahun lalu. Mengacu pada pengakuan dunia tersebut, KBRI (Kedutaan Besar Republik Indonesia) di Washington DC menggelar diplomasi budaya ini dengan mengundang sebanyak-banyaknya orang untuk bermain angklung bersama hari itu. Tujuan utama pagelaran ini adalah dapat mencetak rekor dunia baru untuk kategori pagelaran angklung dengan jumlah pemain terbanyak (The Largest Angklung Ensemble).


Rekor dunia pagelaran angklung dengan jumlah peserta terbanyak yang dicanangkan harus dicapai akhirnya membuahkan hasil dan telah resmi dicatat oleh Guinness World Records karena konser musik tradisional Indonesia yang melibatkan ribuan orang bermain angklung berhasil dengan sukses dihelat di Washington DC, Amerika Serikat pada Sabtu, 9 Juli lalu.
Sebagai puncak acara dari Festival Indonesia yang dikelola oleh KBRI Washington DC bekerja sama dengan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) tersebut, pada sore hari itu alat musik tradisional Sunda yang terbuat dari bambu mampu dimainkan oleh lebih dari 5.100 orang. Acara ini diselenggarakan di lapangan utara Monumen Washington, yang hanya berjarak beberapa blok dari Gedung Putih.

Tokoh sentral dalam pemecahan rekor dunia itu adalah Daeng Udjo, putra dari legenda angklung Indonesia, Mang Udjo. Laki-laki berusia 46 tahun itu memang sengaja didatangkan secara khusus dari Indonesia guna membuat sejarah baru. Dia juga yang bertanggung jawab menyelesaikan pembuatan lebih dari 5 ribu angklung yang kemudian dibagikan kepada seluruh peserta. Saat diwawancarai Daeng Udjo berujar,”Saya menghabiskan waktu 1.5 bulan untuk membuat ribuan angklung tersebut di Bandung.”
Poster/ Foto: KBRI Washington DCPoster/ Foto: KBRI Washington DC
Sebelum pertunjukan dimulai, Daeng Udjo melatih secara massal para pemain dari beragam usia dan bangsa itu selama setengah jam. Cara melatih yang diterapkan Daeng Udjo terlihat cukup unik dan praktis. Hanya dengan satu tangan saja, ia memberikan aba-aba. Sebelumnya ribuan angklung yang dibagikan kepada peserta tersebut sudah diberi tanda berupa gambar tangan dalam berbagai formasi.

Misalnya saja, formasi tangan mengepal untuk nada do, tangan menelungkup untuk nada re, acungan jempol untuk nada mi, dan seterusnya hingga nada si. Karena itu dengan mudah para pemain hanya perlu melihat apa formasi tangan yang diberikan oleh Daeng Udjo saat berdiri sebagai dirigen di panggung setinggi kurang lebih 1.5 meter. Agar peserta dapat jelas melihat formasi tangan sang dirigen, panitia memasang dua layar superbesar di kiri dan kanan panggung.

Disamping pemberian kode gambar formasi tangan, angklung-angklung tersebut dinamai dengan nama-nama pulau di Indonesia. Misalnya Kalimantan, Jawa, Sumatera, Bali, dan Sulawesi. Dengan demikian, ketika Daeng Udjo menyebut kata Sumatera, hanya angklung yang berkode Sumatera yang berbunyi. ’’Kode nama pulau itu hanya saya pakai untuk mengabsen dan memastikan bahwa semua nada sudah terdistribusi secara merata,’’ kata Daeng Udjo.

Selanjutnya Udjo lebih banyak menggunakan formasi tangan untuk mengomando para pemain angklung dadakan tersebut. Begitu musik angklung mulai mengalun, beberapa orang tampak terpesona dengan keunikan suaranya. Salah satunya Donald Hess (62), yang jauh-jauh hari sudah mendaftar sebagai peserta lewat situs KBRI.

Donald mengaku baru pertama kali melihat angklung dan memegangnya langsung. Pria asal Virginia tersebut mengaku senang karena bisa langsung memainkan lagu bersama ribuan peserta lain. ’’Alat musik ini cukup sederhana, tetapi bisa menyatukan banyak orang,’’ Donald berkomentar.

Ada pendapat lain dari Lissie New, wanita asal Peru yang mengaku tertarik dengan bunyi yang dihasilkan alat musik bambu itu. Saat ia melintas di sekitar tempat acara, ia langsung tertarik dan memutuskan untuk bergabung. Peserta dadakan seperti Lissie inilah yang membuat jumlah peserta melonjak tajam saat acara baru dimulai.

Antusiasme peserta/ Foto: IstimewaAntusiasme peserta/ Foto: IstimewaUntuk menghimpun ribuan orang, pihak KBRI memang membuka pendaftaran dua bulan sebelum tanggal 9 Juli 2011. Apa hendak dikata, upaya itu ternyata kurang efektif. Karena berdasarkan keterangan panitia, hingga satu jam sebelum acara dimulai, jumlah peserta baru mencapai 1.900 orang. Padahal, target yang ditetapkan adalah 5 ribu orang. Ini juga yang sempat membuat Daeng Udjo khawatir tidak bisa memecahkan rekor dunia.

’’Mendatangkan 5 ribu orang secara bersamaan memang tidak mudah. Saya hanya menunggu keajaiban untuk memecahkan rekor tersebut,’’ kata Udjo sebelum acara.

Benar saja, bunyi khas angklung memang menjadi daya tarik sehingga mampu menyedot perhatian banyak orang. Ketika gladi bersih dilakukan dengan memainkan lagu Country Road-nya John Denver dan Home on the Range yang dipopulerkan Bing Crosby, ribuan orang tampak berduyun-duyun bergabung.

Kedatangan massa itu terlihat jelas dari kawasan di sekitar Monumen Washington. Sebenarnya tidak jauh dari tempat acara pagelaran angklung akbar ini juga sedang dilangsungkan festival budaya untuk negara-negara Amerika Latin. Massa yang awalnya tersebar di gerai-gerai negara Amerika Latin itu lalu mendatangi sumber bunyi yang unik dari angklung. Demikian juga para pengunjung musium yang berada di sekitar tempat acara. Banyak dari mereka yang kemudian bergabung untuk memainkan alat musik khas Sunda tersebut.

Sebelum para peserta memasuki arena seluas lapangan sepakbola tersebut, panitia membagikan angklung. Selain itu panitia membagikan udheng khas Bali untuk peserta pria dan syal batik bagi peserta perempuan.

Panas matahari sore itu sama sekali tidak menyurutkan antusiasme peserta untuk bergabung di tengah lapangan. Semakin sore massa terlihat semakin bertambah memenuhi lapangan yang hanya berpagar sementara itu.

Tepat pukul 17.15 waktu setempat pemecahan rekor tercipta. Seluruhnya ada tiga lagu yang dimainkan dengan angklung, yakni We Are the World, Country Road, dan Home on the Range. Alunan angklung tersebut terdengar semakin apik saat ditimpali vokal dari Elfa’s Singers. Saat mengiringi Elfa’s Singers inilah kemudian oleh Guinness World Records dicatat sebagai rekor dunia pertunjukan angklung dengan pemain terbanyak (The Largest Angklung Ensemble) yaitu tepatnya 5.182 orang!
Plakat rekor dunia/ Foto: KBRI Washington DCPlakat rekor dunia/ Foto: KBRI Washington DCYang menarik ribuan peserta terlihat mulai asyik dengan alat musik dari bambu itu, bahkan meminta konser dilanjutkan. Mereka tidak puas hanya dengan memainkan tiga lagu. Tanpa dikomando mereka membunyikan angklung secara serentak sambil meneriakkan kata,” More... more... more... more...”
Sang dirigen pun tidak ingin mengecewakan keinginan mereka. Setelah berunding dengan Duta Besar RI dan perwakilan dari Guinness World Record, pagelaran besar tersebut dilanjutkan dengan memainkan kembali lagu We Are the World.

Selain Elfa’s Singer, panitia mendatangkan Balawan, Sherina Munaf, dan Denada guna memeriahkan Festival Indonesia. Duta Besar Republik Indonesia untuk Amerika Serikat Dino Patti Djalal menyatakan bahwa pemecahan rekor tersebut sebagai bentuk apresiasi Indonesia terhadap multikulturalisme. Selain itu, acara tersebut untuk memperkenalkan kekayaan budaya di Indonesia. Salah satunya angklung yang sudah ditetapkan oleh UNESCO sebagai salah satu warisan budaya dunia.

Duta Besar yang merupakan putra kedua Hasjim Djalal, pakar hukum laut internasional itu, menegaskan bahwa untuk menghelat acara sebesar ini, pihak KBRI tak mengeluarkan banyak dana. Namun Dino enggan menyebut angka pasti keseluruhan biaya yang dihabiskan. Ia hanya menambahkan bahwa KBRI mendapatkan banyak dukungan dari BKPM dan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.

Tentu saja bangsa Indonesia tak boleh berhenti di sini saja dan berada dalam euforia sesaat atas keberhasilan mencetak rekor dunia. Sebenarnya pada tanggal 22-24 Maret lalu, lebih dari 1.600 orang guru mulai dari tingkat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hingga SMA belajar angklung di Saung Angkung Udjo, Bandung. Ini sebagai bentuk dukungan agar angklung masuk ke dalam kurikulum pelajaran. Dalam seminar yang digelar selama 3 hari ini, disajikan beberapa materi yaitu mengenai pentingnya belajar musik mulai usia dini dan manfaatnya, lalu memperkenalkan sejarah angklung sebagai alat musik tradisional Jawa Barat yang sudah diakui dunia, serta bagaimana mengajarkan pendidikan musik angklung yang menarik bagi para siswa.

Salah satu pengajar angklung di Saung Angklung Udjo, Sam Udjo berharap, seminar ini akan menciptakan rasa mencintai alat musik tradisional bangsa sendiri melalui pendidikan yang diajarkan di sekolah-sekolah mulai dari usia dini hingga pendidikan atas. "Seminar ini untuk mengenalkan lebih dekat angklung dan fungsinya. Diharapkan dengan mengenalkan dari awal, akan menciptakan rasa mencintai alat musik tradisional bangsa sendiri," ujar Sam lagi.

Sam menyatakan bahwa masuknya kesenian angklung sebagai kurikulum di sekolah sebetulnya sudah dilakukan sejak puluhan tahun yang lalu. Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1968 yang mewajibkan angklung sebagai pendidikan kesenian di seluruh Indonesia.

"Memang sudah ada sejak dulu, tapi dulu sebatas apresiasi saja. Kalau sekarang silabusnya lebih ke arah tingkatan pemahaman dasar, terampil dan mahir," Sam menjelaskan. Ia pun menuturkan bahwa ditargetkan pada pertengahan tahun ini angklung sudah bisa masuk ke kurikulum pendidikan di Indonesia.

Saat ini di Bandung sudah ada beberapa kelompok pendidikan yang mengajarkan angklung di sekolahnya. "SD sekitar 30 kelompok, SMP 15 kelompok, SMA juga sekitar 15 kelompok. Sementara perguruan tinggi ada sekitar 5 kelompok," Sam menerangkan.

Apa yang terjadi saat ini kita lihat bahwa kepedulian pertelevisian nasional terhadap alat musik tradisional semacam aklung yang dikemas dalam acara khusus masih minim sekali. Sudah waktunya industri media elektronik mengambil bagian sebagai salah satu pelaku yang melestarikan budaya bangsa.

Video-nya : disini



credit : www.tnol.co.id/,youtube.com

Labels:


« Newer
Older »